Sabtu, 02 Juli 2011

Cerita Dewasa Seks Ngentot Abg dan Pembantu Seksi yang menggairahkan

Cerita Dewasa Seks ini akan mengisahkan cerita sex seruku menggarap cewek abg dan juga seorang pembantu temanku yang binal dan hipersex. Gimana sih cerita dewasa sekaligus cerita sex yang akan aku ceritakan kali ini ? yuk disimak aja cerita dewasa seru dan cerita dewasa sex berikut ini. Aku terbangun karena hp ku berdering. Kulihat Dina, abg yang kugarap tadi malam, masih terlelap. Toketnya yang montok bergerak seiring dengan tarikan napasnya. Pengen aku menggelutinya lagi, tetapi temanku Ardi sedang menunggu diujung hp. Aku keluar kamar supaya Dina gak terganggu dengan pembicaraanku. “Baru bangun ya”, terdengar suara Ardi diujung sana. “Iya, mau ngapain pagi gini dah nelpon, masih ngantuk”, jawabku. “Gini ari baru bangun, udah jam 10 nih. Pasti ngegarap abg ya”. “La iya lah”, jawabku. “Ada apa”. “Tukeran abg yuk, aku semalam main ama pembantu sebelah”. “Pembantu? emangnya gak ada cewek yang lain”, kataku, rada kesel. Masak Dina mau dituker ama pembantu. “Tunggu dulu, biar pembantu Ana cantik kaya anak gedongan. Bodinya montok banget dan napsunya gede banget, maunya terus2an main. Kamu pasti puas lah main ama dia”. “Masak sih, kalo cewekku Dina, anak skolahan, montok dan binal kalo di ranjang”, jawabku lagi. “Ya udah, kita tukeran aja, mau enggak. Kalo mau aku ama Ana cabut kerumahmu sekarang”. Aku tertarik juga dengan tawaran, pengen juga aku ngeliat kaya apa sih pembantu yang katanya kaya anak gedongan, “Ok, dateng aja”. Pembicaraan terhenti. Aku kembali ke kekamar.

Dina udah bangun. “Ada apa om, mau maen lagi gak”, katanya sambil tersenyum. “Belum puas semalem ya Din. Temen om tadi nelpon ngajakin om tuker pasangan. Dina mau gak maen ama temennya om. Dia juga ahli kok nggarap cewek abg kaya Dina”, jawabku. “Kalo nikmat ya Dina sih mau aja”, Dina bangun dari tempat tidur dan masuk kamar mandi. Aku menyusulnya. Sebenarnya aku napsu lagi ngeliat Dina yang masih telanjang bulat, tetapi karena Ana mau dateng ya aku tahan aja napsuku. Kita mandi sama sambil saling menyabuni sehingga kon tolku ngaceng lagi. “Om, kon tolnya ngaceng lagi tuh, maen lagi yuk”, ajak Dina sambil ngocok kon tolku. “Kan Dina mau maen ama temennya om, nanti aja maennya. Temen om ama ceweknya lagi menuju kemari”, jawabku. Sehabis mandi, kita sarapan dulu. Dina tetep aja bertelanjang bulat sementara aku cuma pake celana pendek saja. Selesai makan aku menarik Dina saung dipinggir kolam renang yang ada dibelakang rumahku. Dina kupeluk dan kuciumi sementara tanganku sibuk meremes2 toket montoknya. Dinapun gak mau kalah, kon tolku digosok2nya dari luar celana ku.

Sedang asik, Ardi dan Ana datang. Ardi sudah biasa kalo masuk rumahku langsung nyelonong aja kedalem, karena kami punya kunci rumah masing2. Ana ternyata cantik juga, seperti bintang sinetron berdarah arab yang aku lupa namanya. Ana make pakean ketat, sehingga toketnya yang besar tampak sangat menonjol. Pantatnya yang besar juga tampak sangat menggairahkan. Ana terkejut melihat Dina yang bertelanjang bulat. Kuperkenalkan Dina pada Ardi, Ardi langsung menggandeng Dina masuk ke rumah.

“An, Ardi bilang dia nikmat banget ngen tot sama kamu, no nok kamu bisa ngempot ya, aku jadi kepingin ngerasain diempot juga”, kataku sambil mencium pipinya. “An, kamu napsuin banget, tetek besar dan pantat juga besar”. “Dina kan juga napsuin pak”, jawabnya sambil duduk disebelahku di dipan. “Jangan panggil pak dong, panggil om. Kan saya belum tua”, kataku sambil memeluknya. Kucium pipinya sambil jemariku membelai-belai bagian belakang telinganya. Matanya terpejam seolah menikmati usapan tanganku. Kupandangi wajahnya yang manis, hidungnya yang mancung lalu bibirnya. Tak tahan berlama-lama menunggu akhirnya aku mencium bibirnya. Kulumat mesra lalu kujulurkan lidahku. Mulutnya terbuka perlahan menerima lidahku. Lama aku mempermainkan lidahku di dalam mulutnya. Lidahnya begitu agresif menanggapi permainan lidahku, sampai-sampai nafas kami berdua menjadi tidak beraturan. Sesaat ciuman kami terhenti untuk menarik nafas, lalu kami mulai berpagutan lagi dan lagi. Kubelai pangkal lengannya yang terbuka. Kubuka telapak tanganku sehingga jempolku bisa menggapai permukaan dadanya sambil membelai pangkal lengannya. Bibirku kini turun menyapu lehernya seiring telapak tanganku meraup toketnya. Ana menggeliat bagai cacing kepanasan terkena terik mentari. Suara rintihan berulang kali keluar dari mulutnya di saat lidahku menjulur menikmati lehernya yang jenjang. “Om….” Ana memegang tanganku yang sedang meremas toketnya dengan penuh napsu. Bukan untuk mencegah, karena dia membiarkan tanganku mengelus dan meremas toketnya yang montok.”An, aku ingin melihat toketmu”, ujarku sambil mengusap bagian puncak toketnya yang menonjol. Dia menatapku. Ana akhirnya membuka tank top ketatnya di depanku. Aku terkagum-kagum menatap toketnya yang tertutup oleh BH berwarna hitam. Toketnya begitu membusung, menantang, dan naik turun seiring dengan desah nafasnya yang memburu. Sambil berbaring Ana membuka pengait BH-nya di punggungnya. Punggungnya melengkung indah. Aku menahan tangan Ana ketika dia mencoba untuk menurunkan tali BH-nya dari atas pundaknya. Justru dengan keadaan BH-nya yang longgar karena tanpa pengait seperti itu membuat toketnya semakin menantang. “toketmu bagus, An”, aku mencoba mengungkapkan keindahan pada tubuhnya. Perlahan aku menarik turun cup BH-nya. Mata Ana terpejam. Perhatianku terfokus ke pentilnya yang berwarna kecoklatan. Lingkarannya tidak begitu besar sedang ujungnya begitu runcing dan kaku. Kuusap pentilnya lalu kupilin dengan jemariku. Ana mendesah. Mulutku turun ingin mencicipi toketnya. “Egkhh..” rintih Ana ketika mulutku melumat pentilnya.

Kupermainkan dengan lidah dan gigiku. Sekali-sekali kugigit pentilnya lalu kuisap kuat-kuat sehingga membuat Ana menarik rambutku. Puas menikmati toket yang sebelah kiri, aku mencium toket Ana yang satunya yang belum sempat kunikmati. Rintihan-rintihan dan desahan kenikmatan keluar dari mulut Ana. Sambil menciumi toket Ana, tanganku turun membelai perutnya yang datar, berhenti sejenak di pusarnya lalu perlahan turun mengitari lembah di bawah perut Ana. Kubelai pahanya sebelah dalam terlebih dahulu sebelum aku memutuskan untuk meraba no noknya yang masih tertutup oleh celana jeans ketat yang dikenakan Ana. Aku secara tiba-tiba menghentikan kegiatanku lalu berdiri di samping dipan. Ana tertegun sejenak memandangku, lalu matanya terpejam kembali ketika aku membuka jeans warna hitamnya. Aku masih berdiri sambil memandang tubuh Ana yang tergolek di dipan, menantang. Kulitnya yang tidak terlalu putih membuat mataku tak jemu memandang. Perutnya begitu datar. Celana jeans ketat yang dipakainya telihat terlalu longgar pada pinggangnya namun pada bagian pinggulnya begitu pas untuk menunjukkan lekukan pantatnya yang sempurna. Puas memandang tubuh Ana, aku lalu membaringkan tubuhku disampingnya. Kurapikan untaian rambut yang menutupi beberapa bagian pada permukaan wajah dan leher Ana. Kubelai lagi toketnya. Kucium bibirnya sambil kumasukkan air liurku ke dalam mulutnya. Ana menelannya. Tanganku turun ke bagian perut lalu menerobos masuk melalui pinggang celana jeans Ana yang memang agak longgar. Jemariku bergerak lincah mengusap dan membelai selangkangan Ana yang masih tertutup CDnya. jari tengah tanganku membelai permukaan CDnya tepat diatas no noknya, basah. Aku terus mempermainkan jari tengahku untuk menggelitik bagian yang paling pribadi tubuh Ana. Pinggul Ana perlahan bergerak ke kiri, ke kanan dan sesekali bergoyang untuk menetralisir ketegangan yang dialaminya.

aku menyuruh Ana untuk membuka celana jeans yang dipakainya. Tangan kanan Ana berhenti pada permukaan kancing celananya. Ana lalu membuka kancing dan menurunkan reitsliting celana jeansnya. CD hitam yang dikenakannya begitu mini sehingga jembut keriting yang tumbuh di sekitar no noknya hampir sebagian keluar dari pinggir CDnya. Aku membantu menarik turun celana jeans Ana. Pinggulnya agak dinaikkan ketika aku agak kesusahan menarik celana jeans Ana. Akupun melepas celana pendekku. Posisi kami kini sama-sama tinggal mengenakan CD. Tubuhnya semakin seksi saja. Pahanya begitu mulus. Memang harus kuakui tubuhnya begitu menarik dan memikat, penuh dengan sex appeal. Kami berpelukan. Kutarik tangan kirinya untuk menyentuh kon tolku dari luar CD ku. “Oh..” Ana menyentuh kon tolku yang tegang. “Kenapa, An?” tanyaku. Ana tidak menjawab, malah melorotkan CD ku. Langsung kon tolku yang panjangnya kira-kira 18 cm serta agak gemuk dibelai dan digenggamnya. Belaiannya begitu mantap menandakan Ana juga begitu piawai dalam urusan yang satu ini. “Tangan kamu pintar juga ya, An,”´ ujarku sambil memandang tangannya yang mengocok kon tolku. “Ya, mesti dong!” jawabnya sambil cekikikan. “Om sama Dina semalem maen berapa kali?” tanyanya sambil terus mengurut-urut kon tolku. “Kamu sendiri semalem maen berapa kali sama Ardi?” aku malah balik berrtanya. Mendapat pertanyaan seperti itu entah kenapa nafsuku tiba-tiba semakin liar. Ana akhirnya bercerita kalau Ardi napsu sekali tadi malem menggeluti dia. Mau berapa kali Arif meminta, Ana pasti melayaninya. Mendengar perjelasan begitu jari-jariku masuk dari samping CD langsung menyentuh bukit no nok Ana yang sudah basah. Telunjukku membelai-belai i tilnya sehingga Ana keenakan. “Kamu biasa ngisep kan, An?” tanyaku. Ana tertawa sambil mencubit kon tolku. Aku meringis. “Kalo punya om mana bisa?” ujarnya. “Kenapa memangnya?” tanyaku penasaran. “Nggak muat di mulutku,” selesai berkata demikian Ana langsung tertawa kecil. “Kalau yang dibawah, gimana?” tanyaku lagi sambil menusukkan jari tengahku ke dalam no noknya. Ana merintih sambil memegang tanganku. Jariku sudah tenggelam ke dalam liang no noknya. Aku merasakan no noknya berdenyut menjepit jariku. Ugh, pasti nikmat sekali kalau kon tolku yang diurut, pikirku. Segera CD nya kulepaskan.

Perlahan tanganku menangkap toketnya dan meremasnya kuat. Ana meringis. Diusapnya lembut kon tolku keras banget. Tangannya begitu kreatif mengocok kon tolku sehingga aku merasa keenakan. Aku tidak hanya tinggal diam, tanganku membelai-belai toketnya yang montok. Kupermainkan pentilnya dengan jemariku, sementara tanganku yang satunya mulai meraba jembut lebat di sekitar no nok Ana. kuraba permukaan no nok Ana. Jari tengahku mempermainkan i tilnya yang sudah mengeras. kon tolku kini sudah siap tempur dalam genggaman tangan Ana, sementara no nok Ana juga sudah mulai mengeluarkan cairan kental yang kurasakan dari jemari tanganku yang mengobok-obok no noknya. Kupeluk tubuh Ana sehingga kon tolku menyentuh pusarnya. Tanganku membelai punggung lalu turun meraba pantatnya yang montok. Ana membalas pelukanku dengan melingkarkan tangannya di pundakku. Kedua telapak tanganku meraih pantat Ana, kuremas dengan sedikit agak kasar lalu aku menaiki tubuhnya. Kaki Ana dengan sendirinya mengangkang. Kuciumi lagi lehernya yang jenjang lalu turun melumat toketnya. Telapak tanganku terus membelai dan meremas setiap lekuk dan tonjolan pada tubuh Ana. Aku melebarkan kedua pahanya sambil mengarahkan kon tolku ke bibir no noknya. Ana mengerang lirih. Matanya perlahan terpejam. Giginya menggigit bibir bawahnya untuk menahan laju birahinya yang semakin kuat. Ana menatap aku, matanya penuh nafsu seakan memohon kepadaku untuk memasuki no noknya.”Aku ingin mengen totmu, An” bisikku pelan, sementara kepala kon tolku masih menempel di belahan no nok Ana. Kata ini ternyata membuat wajah Ana memerah. Ana menatapku sendu lalu mengangguk pelan sebelum memejamkan matanya. aku berkonsentrasi penuh dengan menuntun kon tolku yang perlahan menyusup ke dalam no nok Ana.

Terasa seret, memang, nikmat banget rasanya. Perlahan namun pasti kon tolku membelah no noknya yang ternyata begitu kencang menjepit kon tolku. no noknya begitu licin hingga agak memudahkan kon tolku untuk menyusup lebih ke dalam. Ana memeluk erat tubuhku sambil membenamkan kuku-kukunya di punggungku hingga aku agak kesakitan. Namun aku tak peduli. “Om, gede banget, ohh..” Ana menjerit lirih. Tangannya turun menangkap kon tolku. “Pelan om”. Soalnya aku tahu pasti ukuran kon tol Ardi tidaklah sebesar yang kumiliki. Akhirnya kon tolku terbenam juga di dalam no nok Ana. Aku berhenti sejenak untuk menikmati denyutan-denyutan yang timbul akibat kontraksi otot-otot dinding no nok Ana. Denyutan itu begitu kuat sampai-sampai aku memejamkan mata untuk merasakan kenikmatan yang begitu sempurna. Kulumat bibir Ana sambil perlahan-lahan menarik kon tolku untuk selanjutnya kubenamkan lagi. Aku menyuruh Ana membuka kelopak matanya. Ana menurut. Aku sangat senang melihat matanya yang semakin sayu menikmati kon tolku yang keluar masuk dari dalam no noknya. “Aku suka no nokmu, An.. no nokmu masih rapet” ujarku sambil merintih keenakan. Sungguh, no nok Ana enak sekali. “Kamu enak kan, An?” tanyaku lalu dijawab Ana dengan anggukan kecil. Aku menyuruh Ana untuk menggoyangkan pinggulnya. Ana langsung mengimbangi gerakanku yang naik turun dengan goyangan memutar pada pinggangnya. “Suka kon tolku, An?” tanyaku lagi. Ana hanya tersenyum. kon tolku seperti diremas-remas ditambah jepitan no noknya. “Ohh.. hh..” aku menjerit panjang. Rasanya begitu nikmat. Aku mencoba mengangkat dadaku, membuat jarak dengan dadanya dengan bertumpu pada kedua tanganku. Dengan demikian aku semakin bebas dan leluasa untuk mengeluar-masukkan kon tolku ke dalam no nok Ana.

Kuperhatikan kon tolku yang keluar masuk dari dalam no noknya. Dengan posisi seperti ini aku merasa begitu jantan. Ana semakin melebarkan kedua pahanya sementara tangannya melingkar erat di pinggangku. Gerakan naik turunku semakin cepat mengimbangi goyangan pinggul Ana yang semakin tidak terkendali. “An.. enak banget, kamu pintar deh.” ucapku keenakan. “Ana juga, om”, jawabnya. Ana merintih dan mengeluarkan erangan-erangan kenikmatan. Berulang kali mulutnya mengeluarkan kata, “aduh” yang diucapkan terputus-putus. Aku merasakan no nok Ana semakin berdenyut sebagai pertanda Ana akan mencapai puncak pendakiannya. Aku juga merasakan hal yang sama dengannya, namun aku mencoba bertahan dengan menarik nafas dalam-dalam lalu bernafas pelan-pelan untuk menurunkan daya rangsangan yang kualami. Aku tidak ingin segera menyudahi permainan ini hanya dengan satu posisi saja. Aku mempercepat goyanganku ketika kusadari Ana hampir nyampe. Kuremas toketnya kuat seraya mulutku menghisap dan menggigit pentilnya. Kuhisap dalam-dalam. “Ohh.. hh.. om..” jerit Ana panjang. Aku membenamkan kon tolku kuat-kuat ke no noknya sampai mentok agar Ana mendapatkan kenikmatan yang sempurna. Tubuhnya melengkung indah dan untuk beberapa saat lamanya tubuhnya kejang. Kepalaku ditarik kuat terbenam diantara toketnya. Pada saat tubuhnya menyentak-nyentak aku tak sanggup untuk bertahan lebih lama lagi. “An, aakuu.. keluaarr, Ohh.. hh..” jeritku. Ana yang masih merasakan orgasmenya mengunci pinggangku dengan kakinya yang melingkar di pinggangku. Saat itu juga aku memuntahkan peju hangat dari kon tolku. Kurasakan tubuhku bagai melayang. secara spontan Ana juga menarik pantatku kuat ke tubuhnya. Mulutku yang berada di belahan dada Ana kuhisap kuat hingga meninggalkan bekas merah pada kulitnya. Telapak tanganku mencengkram toket Ana. Kuraup semuanya sampai-sampai Ana kesakitan. Aku tak peduli lagi. Pejuku akhirnya muncrat membasahi no noknya. Aku merasakan nikmat yang tiada duanya ditambah dengan goyangan pinggul Ana pada saat aku mengalami orgasme. Tubuhku akhirnya lunglai tak berdaya di atas tubuh Ana. kon tolku masih berada di dalam no nok Ana. Ana mengusap-usap permukaan punggungku. “Ana puas sekali dien tot om,” katanya. Aku kemudian mencabut kon tolku dari no noknya. Dari dalam Ardi keluar sudah berpakaian lengkap. “Pulang yuk An, sudah sore”, ajaknya.

Aku masuk kembali ke kamar. Dina ada di kamar mandi dan terdengar shower nyala. Aku bisa mendengarnya karena pintu kamar mandi tidak ditutup. Tak lama kemudian, shower terdengar berhenti dan Dina keluar hanya bercelana pendek. Ganti aku yg masuk ke kamar mandi, aku hanya membersihkan tubuhku. Keluar dari kamar mandi, Dina berbaring diranjang telanjang bulat. “Kenapa Din, lemes ya dien tot Ardi”, kataku. “Lebih enak ngen tot sama om, kon tol om lebih besar soalnya”, jawab Dina tersenyum. “Malem ini kita men lagi ya om”. Hebat banget Dina, gak ada matinya. Pengennya dien tot terus. “Ok aja, tapi sekarang kita cari makan dulu ya, biar ada tenaga bertempur lagi nanti malem”, kataku sambil berpakaian. Dina pun mengenakan pakaiannya dan kita pergi mencari makan malem. Kembali ke rumah sudah hampir tengah malem, tadi kita selain makan santai2 di pub dulu.

Di kamar kita langsung melepas pakaian masing2 dan bergumul diranjang. Tangan Dina bergerak menggenggam kon tolku. Aku melenguh seraya menyebut namanya. Aku meringis menahan remasan lembut tangannya pada kon tolku. Dina mulai bergerak turun naik menyusuri kon tolku yang sudah teramat keras. Sekali-sekali ujung telunjuknya mengusap kepala kon tolku yang sudah licin oleh cairan yang meleleh dari liangnya. Kembali aku melenguh merasakan ngilu akibat usapannya. Kocokannya semakin cepat. Dengan lembut aku mulai meremas-remas toketnya. Tangan Dina menggenggam kon tolku dengan erat. Pentilnya kupilin2. Dina masukan kon tolku kedalam mulutnya dan mengulumnya. Aku terus menggerayang toketnya, dan mulai menciumi toketnya. Napsuku semakin berkobar. Jilatan dan kuluman Dina pada kon tolku semakin mengganas sampai-sampai aku terengah-engah merasakan kelihaian permainan mulutnya. Aku membalikkan tubuhnya hingga berlawanan dengan posisi tubuhku. Kepalaku berada di bawahnya sementara kepalanya berada di bawahku. Kami sudah berada dalam posisi enam sembilan! Lidahku menyentuh no noknya dengan lembut. Tubuhnya langsung bereaksi dan tanpa sadar Dina menjerit lirih. Tubuhnya meliuk-liuk mengikuti irama permainan lidahku di no noknya. Kedua pahanya mengempit kepalaku seolah ingin membenamkan wajahku ke dalam no noknya. kon tolku kemudian dikempit dengan toketnya dan digerakkan maju mundur, sebentar. Aku menciumi bibir no noknya, mencoba membukanya dengan lidahku. Tanganku mengelus paha bagian dalam. Dina mendesis dan tanpa sadar membuka kedua kakinya yang tadinya merapat. Aku menempatkan diri di antara kedua kakinya yang terbuka lebar. kon tol kutempelkan pada bibir no noknya. Kugesek-gesek, mulai dari atas sampai ke bawah. Naik turun. Dina merasa ngilu bercampur geli dan nikmat. no noknya yang sudah banjir membuat gesekanku semakin lancar karena licin. Dina terengah-engah merasakannya. Aku sengaja melakukan itu. Apalagi saat kepala kon tolku menggesek-gesek i tilnya yang juga sudah menegang. “Om.?” panggilnya menghiba. “Apa Din”, jawabku sambil tersenyum melihatnya tersiksa. “Cepetan..” jawabnya. Aku sengaja mengulur-ulur dengan hanya menggesek-gesekan kon tol. Sementara Dina benar-benar sudah tak tahan lagi mengekang birahinya. “Dina sudah pengen dien tot om”, katanya.

Dina melenguh merasakan desakan kon tolku yang besar itu. Dina menunggu cukup lama gerakan kon tolku memasuki dirinya. Serasa tak sampai-sampai. Maklum aja, selain besar, kon tolku juga panjang. Dina sampai menahan nafas saat kon tolku terasa mentok di dalam, seluruh kon tolku amblas di dalam. Aku mulai menggerakkan pinggulnya pelan2. Satu, dua dan tiga enjotan mulai berjalan lancar. Semakin membanjirnya cairan dalam no noknya membuat kon tolku keluar masuk dengan lancarnya. Dina mengimbangi dengan gerakan pinggulnya. Meliuk perlahan. Naik turun mengikuti irama enjotanku. Gerakan kami semakin lama semakin meningkat cepat dan bertambah liar. Gerakanku sudah tidak beraturan karena yang penting enjotanku mencapai bagian-bagian peka di no noknya. Dina bagaikan berada di surga merasakan kenikmatan yang luar biasa ini. kon tolku menjejali penuh seluruh no noknya, tak ada sedikitpun ruang yang tersisa hingga gesekan kon tolku sangat terasa di seluruh dinding no noknya. Dina merintih, melenguh dan mengerang merasakan semua kenikmatan ini. Dina mengakui keperkasaan dan kelihaianku di atas ranjang. Yang pasti Dina merasakan kepuasan tak terhingga ngen tot denganku. Aku bergerak semakin cepat. kon tolku bertubi-tubi menusuk daerah-daerah sensitivenya. Dina meregang tak kuasa menahan napsuku, sementara aku dengan gagahnya masih mengayunkan pinggulku naik turun, ke kiri dan ke kanan. Erangannya semakin keras. Melihat reaksinya, aku mempercepat gerakanku. kon tolku yang besar dan panjang itu keluar masuk dengan cepatnya. Tubuhnya sudah basah bermandikan keringat. Aku pun demikian. Dina meraih tubuhku untuk didekap. Direngkuhnya seluruh tubuhku sehingga aku menindih tubuhnya dengan erat. Dina membenamkan wajahnya di samping bahuku. Pinggul nya diangkat tinggi-tinggi sementara kedua tangannya menggapai pantatku dan menekannya kuat-kuat. Dina meregang. Tubuhnya mengejang-ngejang. “om..”, hanya itu yang bisa keluar dari mulutnya saking dahsyatnya kenikmatan yang dialaminya nersamaku. Aku menciumi wajah dan bibirnya. Dina mendorong tubuhku hingga terlentang. Dia langsung menindihku dan menciumi wajah, bibir dan sekujur tubuhku. Kembali diemutnya kon tolku yang masih tegak itu. Lidahnya menjilati, mulutnya mengemut. Tangannya mengocok-ngocok kon tolku. Belum sempat aku mengucapkan sesuatu, Dina langsung berjongkok dengan kedua kaki bertumpu pada lutut dan masing-masing berada di samping kiri dan kanan tubuhku. no noknya berada persis di atas kon tolku. “Akh!” pekiknya tertahan ketika kon tolku dibimbingnya memasuki no noknya.

Tubuhnya turun perlahan-lahan, menelan seluruh kon tolku. Selanjutnya Dina bergerak seperti sedang menunggang kuda. Tubuhnya melonjak-lonjak. Pinggulnya bergerak turun naik. “Ouugghh.. Din.., luar biasa!” jeritku merasakan hebatnya permainannya. Pinggulnya mengaduk-aduk lincah, mengulek liar tanpa henti. Tanganku mencengkeram kedua toketnya, kuremas dan dipilin-pilin. Aku lalu bangkit setengah duduk. Wajah kubenamkan ke dadanya. Menciumi pentilnya. Kuhisap kuat-kuat sambil kuremas-remas. Kami berdua saling berlomba memberi kepuasan. Kami tidak lagi merasakan panasnya udara meski kamar menggunakan AC. Tubuh kami bersimbah peluh, membuat tubuh kami jadi lengket satu sama lain. Dina berkutat mengaduk-aduk pinggulnya. Aku menggoyangkan pantatku. Tusukan kon tolku semakin cepat seiring dengan liukan pinggulnya yang tak kalah cepatnya. Permainan kami semakin meningkat dahsyat. Sprei ranjang sudah tak karuan bentuknya, selimut dan bantal serta guling terlempar berserakan di lantai akibat pergulatan kami yang bertambah liar dan tak terkendali. AKu merasa pejuku udah mau nyembur. Aku semakin bersemangat memacu pinggulku untuk bergoyang. Tak selang beberapa detik kemudian, Dina pun merasakan desakan yang sama. Dina terus memacu sambil menjerit-jerit histeris. Aku mulai mengejang, mengerang panjang. Tubuhnya menghentak-hentak liar. Akhirnya, pejuku nyemprot begitu kuat dan banyak membanjiri no noknya. Dina pun rasanya tidak kuat lagi menahan desakan dalam dirinya. Sambil mendesakan pinggulnya kuat-kuat, Dina berteriak panjang saat mencapai puncak kenikmatan berbarengan denganku. Tubuh kami bergulingan di atas ranjang sambil berpelukan erat. “om, nikmaat!” jeritnya tak tertahankan. Dina lemes, demikian pula aku. Tenaga terkuras habis dalam pergulatan yang ternyata memakan waktu lebih dari 1 jam! akhirnya kami tertidur kelelahan.

Tags: cerita dewasa pesta seks dengan teman-teman sma, cerita dewasa seks rame-rame di villa bersama sopir, cerita sex ngentot bareng-bareng sama teman

Baca selengkapnya klik disini......

Cerita Dewasa Ngentot Sama Dosen Kuliah Inggrisku

Cerita Dewasa Seks ini terjadi saat aku waktu masih kuliah. Cerita Sex yang coba ingin aku bagi kepada kawan-kawan semua adalah pengalaman cerita dewasa dan cerita sex ku dengan dosen kuliahku. Ia mengajar mata kuliah bahasa inggris. Sejalan dengan waktu, kini aku bisa kuliah di universitas keinginanku. Namaku Jack, sekarang aku tinggal di Yogyakarta dengan fasilitas yang sangat baik sekali. Kupikir aku cukup beruntung bisa bekerja sambil kuliah sehingga aku mempunyai penghasilan tinggi.Berawal dari reuni SMA-ku di Jakarta. Setelah itu aku bertemu dengan dosen bahasa inggrisku, kami ngobrol dengan akrabnya. Ternyata Ibu Shinta masih segar bugar dan amat menggairahkan. Penampilannya amat menakjubkan, memakai rok mini yang ketat, kaos top tank sehingga lekuk tubuhnya nampak begitu jelas. Jelas saja dia masih muda sebab sewaktu aku SMA dulu dia adalah guru termuda yang mengajar di sekolah kami. Sekolahku itu cuma terdiri dari dua kelas, kebanyakan siswanya adalah wanita. Cukup lama aku ngobrol dengan Ibu Shinta, kami rupanya tidak sadar waktu berjalan dengan cepat sehingga para undangan harus pulang. Lalu kami pun berjalan munuju ke pintu gerbang sambil menyusuri ruang kelas tempatku belajar waktu SMA dulu.

Tiba-tiba Ibu Shinta teringat bahwa tasnya tertinggal di dalam kelas sehinga kami terpaksa kembali ke kelas. Waktu itu kira-kira hampir jam dua belas malam, tinggal kami berdua. Lampu-lampu di tengah lapangan saja yang tersisa. Sesampainya di kelas, Ibu Shinta pun mengambil tasnya kemudian aku teringat akan masa lalu bagaimana rasanya di kelas bersama dengan teman-teman. Lamunanku buyar ketika Ibu Shinta memanggilku.

“Kenapa Jack”
“Ah.. tidak apa-apa”, jawabku. (sebetulnya suasana hening dan amat merinding itu membuat hasratku bergejolak apalagi ada Ibu Shinta di sampingku, membuat jantungku selalu berdebar-debar).
“Ayo Jack kita pulang, nanti Ibu kehabisan angkutan”, kata Ibu Shinta.
“Sebaiknya Ibu saya antar saja dengan mobil saya”, jawabku dengan ragu-ragu.
“Terima kasih Jack”.

Tanpa sengaja aku mengutarakan isi hatiku kepada Ibu Shinta bahwa aku suka kepadanya, “Oh my God what i’m doing”, dalam hatiku. Ternyata keadaan berkata lain, Ibu Shinta terdiam saja dan langsung keluar dari ruang kelas. Aku panik dan berusaha minta maaf. Ibu Shinta ternyata sudah cerai dengan suaminya yang bule itu, katanya suaminya pulang ke negaranya. Aku tertegun dengan pernyataan Ibu Shinta. Kami berhenti sejenak di depan kantornya lalu Ibu Shinta mengeluarkan kunci dan masuk ke kantornya, kupikir untuk apa masuk ke dalam kantornya malam-malam begini. Aku semakin penasaran lalu masuk dan bermaksud mengajaknya pulang tapi Ibu Shinta menolak. Aku merasa tidak enak lalu menunggunya, kurangkul pundak Ibu Shinta, dengan cepat Ibu Shinta hendak menolak tetapi ada kejadian yang tak terduga, Ibu Shinta menciumku dan aku pun membalasnya.

Ohh.., alangkah senangnya aku ini, lalu dengan cepat aku menciumnya dengan segala kegairahanku yang terpendam. Ternyata Ibu Shinta tak mau kalah, ia menciumku dengan hasrat yang sangat besar mengharapkan kehangatan dari seorang pria. Dengan sengaja aku menyusuri dadanya yang besar, Ibu Shinta terengah sehingga ciuman kami bertambah panas kemudian terjadi pergumulan yang sangat seru. Ibu Shinta memainkan tangannya ke arah batang kemaluanku sehingga aku sangat terangsang. Lalu aku meminta Ibu Shinta membuka bajunya, satu persatu kancing bajunya dibukanya dengan lembut, kutatap dengan penuh hasrat. Ternyata dugaanku salah, dadanya yang kusangka kecil ternyata amat besar dan indah, BH-nya berwarna hitam berenda yang modelnya amat seksi.

Karena tidak sabar maka kucium lehernya dan kini Ibu Shinta setengah telanjang, aku tidak mau langsung menelanjanginya, sehingga perlahan-lahan kunikmati keindahan tubuhnya. Aku pun membuka baju sehingga badanku yang tegap dan atletis membangkitkan gairah Ibu Shinta, “Jack kukira Ibu mau bercinta denganmu sekarang.., Jack, tutup pintunya dulu dong”, bisiknya dengan suara agak bergetar, mungkin menahan birahinya yang juga mulai naik

Tanpa disuruh dua kali, secepat kilat aku segera menutup pintu depan. Tentu agar keadaan aman dan terkendali. Setelah itu aku kembali ke Ibu Shinta. Kini aku jongkok di depannya. Menyibak rok mininya dan merenggangkan kedua kakinya. Wuih, betapa mulus kedua pahanya. Pangkalnya tampak menggunduk dibungkus celana dalam warna hitam yang amat minim. Sambil mencium pahanya tanganku menelusup di pangkal pahanya, meremas-remas liang senggamanya dan klitorisnya yang juga besar. Lidahku makin naik ke atas. Ibu Shinta menggelinjang kegelian sambil mendesah halus. Akhirnya jilatanku sampai di pangkal pahanya.

“Mau apa kau sshh… sshh”, tanyanya lirih sambil memegangi kapalaku erat-erat.
“Ooo… oh.. oh..”, desis Ibu Shinta keenakan ketika lidahku mulai bermain-main di gundukan liang kenikmatannya. Tampak dia keenakan meski masih dibatasi celana dalam.
Serangan pun kutingkatkan. Celananya kulepaskan. Sekarang perangkat rahasia miliknya berada di depan mataku. Kemerahan dengan klitoris yang besar sesuai dengan dugaanku. Di sekelilingnya ditumbuhi rambut yang tidak begitu lebat. Lidahku kemudian bermain di bibir kemaluannya. Pelan-pelan mulai masuk ke dalam dengan gerakan-gerakan melingkar yang membuat Ibu Shinta makin keenakan, sampai harus mengangkat-angkat pinggulnya. “Aahh… Kau pintar sekali. Belajar dari mana hh…”
Tanpa sungkan-sungkan Ibu Shinta mencium bibirku. Lalu tangannya menyentuh celanaku yang menonjol akibat batang kemaluanku yang ereksi maksimal, meremas-remasnya beberapa saat. Betapa lembut ciumannya, meski masih polos. Aku segera menjulurkan lidahku, memainkan di rongga mulutnya. Lidahnya kubelit sampai dia seperti hendak tersendak. Semula Ibu Shinta seperti akan memberontak dan melepaskan diri, tapi tak kubiarkan. Mulutku seperti melekat di mulutnya. “Uh kamu pengalaman sekali ya. Sama siapa? Pacarmu?”, tanyanya diantara kecipak ciuman yang membara dan mulai liar. Aku tak menjawab. Tanganku mulai mempermainkan kedua payudaranya yang tampak menggairahkan itu. Biar tidak merepotkanku, BH-nya kulepas. Kini dia telanjang dada. Tak puas, segera kupelorotkan rok mininya. Nah kini dia telanjang bulat. Betapa bagus tubuhnya. Padat, kencang dan putih mulus.

“Nggak adil. Kamu juga harus telanjang..” Ibu Shinta pun melucuti kaos, celanaku, dan terakhir celana dalamku. Batang kemaluanku yang tegak penuh segera diremas-remasnya. Tanpa dikomando kami rebah di atas ranjang, berguling-guling, saling menindih. Aku menunduk ke selangkangannya, mencari pangkal kenikmatan miliknya. Tanpa ampun lagi mulut dan lidahku menyerang daerah itu dengan liar. Ibu Shinta mulai mengeluarkan jeritan-jeritan tertahan menahan nikmat. Hampir lima menit kami menikmati permainan itu. Selanjutnya aku merangkak naik. Menyorongkan batang kemaluanku ke mulutnya.

“Gantian dong..” Tanpa menunggu jawabannya segera kumasukkan batang kemaluanku ke mulutnya yang mungil. Semula agak kesulitan, tetapi lama-lama dia bisa menyesuaikan diri sehingga tak lama batang kemaluanku masuk ke rongga mulutnya. “Justru di situ nikmatnya.., Selama ini sama suami main seksnya gimana?”, tanyaku sambil menciumi payudaranya. Ibu Shinta tak menjawab. Dia malah mencium bibirku dengan penuh gairah. Tanganku pun secara bergantian memainkan kedua payudaranya yang kenyal dan selangkangannya yang mulai basah. Aku tahu, perempuan itu sudah kepengin disetubuhi. Namun aku sengaja membiarkan dia menjadi penasaran sendiri.

Tetapi lama-lama aku tidak tahan juga, batang kemaluanku pun sudah ingin segera menggenjot liang kenikmatannya. Pelan-pelan aku mengarahkan barangku yang kaku dan keras itu ke arah selangkangannya. Ketika mulai menembus liang kenikmatannya, kurasakan tubuh Ibu Shinta agak gemetar. “Ohh…”, desahnya ketika sedikit demi sedikit batang kemaluanku masuk ke liang kenikmatannya. Setelah seluruh barangku masuk, aku segera bergoyang naik turun di atas tubuhnya. Aku makin terangsang oleh jeritan-jeritan kecil, lenguhan serta kedua payudaranya yang ikut bergoyang-goyang.

Tiga menit setelah kugenjot, Ibu Shinta menjepitkan kedua kakinya ke pinggangku. Pinggulnya dinaikkan. Tampaknya dia akan orgasme. Genjotan batang kemaluanku kutingkatkan. “Ooo… ahh… hmm… ssshh…”, desahnya dengan tubuh menggelinjang menahan kenikmatan puncak yang diperolehnya. Kubiarkan dia menikmati orgasmenya beberapa saat. Kuciumi pipi, dahi, dan seluruh wajahnya yang berkeringat. “Sekarang Ibu Shinta berbalik. Menungging di atas meja.., sekarang kita main dong di atas meja ok!” Aku mengatur badannya dan Ibu Shinta menurut. Dia kini bertumpu pada siku dan kakinya. “Gaya apa lagi ini?”, tanyanya.

Setelah siap aku pun mulai menggenjot dan menggoyang tubuhnya dari belakang. Ibu Shinta kembali menjerit dan mendesah merasakan kenikmatan yang tiada taranya, yang mungkin selama ini belum pernah dia dapatkan dari suaminya. Setelah dia orgasme sampai dua kali, kami istirahat.
“Capek?”, tanyaku. “Kamu ini aneh-aneh saja. Sampai mau remuk tulang-tulangku”.
“Tapi kan nikmat Bu..”, jawabku sambil kembali meremas payudaranya yang menggemaskan.
“Ya deh kalau capek. Tapi tolong sekali lagi, aku pengin masuk agar spermaku keluar. Nih sudah nggak tahan lagi batang kemaluanku. Sekarang Ibu Shinta yang di atas”, kataku sambil mengatur posisinya.

Aku terletang dan dia menduduki pinggangku. Tangannya kubimbing agar memegang batang kemaluanku masuk ke selangkangannya. Setelah masuk tubuhnya kunaik-turunkan seirama genjotanku dari bawah. Ibu Shinta tersentak-sentak mengikuti irama goyanganku yang makin lama kian cepat. Payudaranya yang ikut bergoyang-goyang menambah gairah nafsuku. Apalagi diiringi dengan lenguhan dan jeritannya saat menjelang orgasme. Ketika dia mencapai orgasme aku belum apa-apa. Posisinya segera kuubah ke gaya konvensional. Ibu Shinta kurebahkan dan aku menembaknya dari atas. Mendekati klimaks aku meningkatkan frekuensi dan kecepatan genjotan batang kemaluanku. “Oh Ibu Shinta.., aku mau keluar nih ahh..” Tak lama kemudian spermaku muncrat di dalam liang kenikmatannya. Ibu Shinta kemudian menyusul mencapai klimaks. Kami berpelukan erat. Kurasakan liang kenikmatannya begitu hangat menjepit batang kemaluanku. Lima menit lebih kami dalam posisi rileks seperti itu.

Kami berpelukan, berciuman, dan saling meremas lagi. Seperti tak puas-puas merasakan kenikmatan beruntun yang baru saja kami rasakan. Setelah itu kami bangun di pagi hari, kami pergi mencari sarapan dan bercakap-cakap kembali. Ibu Shinta harus pergi mengajar hari itu dan sorenya baru bisa kujemput.
Sore telah tiba, Ibu Shinta kujemput dengan mobilku. Kita makan di mall dan kami pun beranjak pulang menuju tempat parkir. Di tempat parkir itulah kami beraksi kembali, aku mulai menciumi lehernya. Ibu Shinta mendongakkan kepala sambil memejamkan mata, dan tanganku pun mulai meremas kedua buah dadanya. Nafas Ibu Shinta makin terengah, dan tanganku pun masuk di antara kedua pahanya. Celana dalamnya sudah basah, dan jariku mengelus belahan yang membayang. “Uuuhh.., mmmhh..”, Ibu Shinta menggelinjang, tapi gairahku sudah sampai ke ubun-ubun dan aku pun membuka dengan paksa baju dan rok mininya.

Aaahh..! Ibu Shinta dengan posisi yang menantang di jok belakang dengan memakai BH merah dan CD merah. Aku segera mencium puting susunya yang besar dan masih terbungkus dengan BH-nya yang seksi, berganti-ganti kiri dan kanan. Tangan Ibu Shinta mengelus bagian belakang kepalaku dan erangannya yang tersendat membuatku makin tidak sabar. Aku menarik lepas celana dalamnya, dan nampaklah bukit kemaluannya. Akupun segera membenamkan kepalaku ke tengah ke dua pahanya. “Ehhh…, mmmhh..”. Tangan Ibu Shinta meremas jok mobilku dan pinggulnya bergetar ketika bibir kemaluannya kucumbui. Sesekali lidahku berpindah ke perutnya dan menjilatinya dengan perlahan.

“Ooohh.., aduuuhh..”. Ibu Shinta mengangkat punggungnya ketika lidahku menyelinap di antara belahan kemaluannya yang masih begitu rapat. Lidahku bergerak dari atas ke bawah dan bibir kemaluannya mulai membuka. Sesekali lidahku membelai klitorisnya yang membuat tubuh Ibu Shinta terlonjak dan nafas Ibu Shinta seakan tersendak. Tanganku naik ke dadanya dan meremas kedua bukit dadanya. Putingnya membesar dan mengeras. Ketika aku berhenti menjilat dan mengulum, Ibu Shinta tergeletak terengah-engah, matanya terpejam. Tergesa aku membuka semua pakaianku, dan kemaluanku yang tegak teracung ke langit-langit, kubelai-belaikan di pipi Ibu Shinta. “Mmmhh…, mmmhh.., ooohhm..”. Ketika Ibu Shinta membuka bibirnya, kujejalkan kepala kemaluanku, kini iapun mulai menyedot. Tanganku bergantian meremas dadanya dan membelai kemaluannya. “Oouuuh Ibu Shinta.., enaaaak.., teruuuss…”, erangku.

Ibu Shinta terus mengisap batang kemaluanku sambil tangannya mengusap liang kenikmatannya yang juga telah banjir karena terangsang menyaksikan batang kemaluanku yang begitu besar dan perkasa baginya. Hampir 20 menit dia menghisap batang kemaluanku dan tak lama terasa sekali sesuatu di dalamnya ingin meloncat ke luar. “Ibu Shinta.., ooohh.., enaaak.., teruuus”, teriakku. Dia mengerti kalau aku mau keluar, maka dia memperkuat hisapannya dan sambil menekan liang kenikmatannya, aku lihat dia mengejang dan matanya terpejam, lalu.., “Creet.., suuurr.., ssuuur..”
“Oughh.., Jack.., nikmat..”, erangnya tertahan karena mulutnya tersumpal oleh batang kemaluanku. Dan karena hisapannya terlalu kuat akhirnya aku juga tidak kuat menahan ledakan dan sambil kutahan kepalanya, kusemburkan maniku ke dalam mulutnya, “Crooot.., croott.., crooot..”, banyak sekali maniku yang tumpah di dalam mulutnya.

“Aaahkk.., ooough”, ujarku puas. Aku masih belum merasa lemas dan masih mampu lagi, akupun naik ke atas tubuh Ibu Shinta dan bibirku melumat bibirnya. Aroma kemaluanku ada di mulut Ibu Shinta dan aroma kemaluan Ibu Shinta di mulutku, bertukar saat lidah kami saling membelit. Dengan tangan, kugesek-gesekkan kepala kemaluanku ke celah di selangkangan Ibu Shinta, dan sebentar kemudian kurasakan tangan Ibu Shinta menekan pantatku dari belakang. “Ohm, masuk.., augh.., masukin”
Perlahan kemaluanku mulai menyeruak masuk ke liang kemaluannya dan Ibu Shinta semakin mendesah-desah. Segera saja kepala kemaluanku terasa tertahan oleh sesuatu yang kenyal. Dengan satu hentakan, tembuslah halangan itu. Ibu Shinta memekik kecil. Aku menekan lebih dalam lagi dan mulutnya mulai menceracau, “Aduhhh.., ssshh.., iya.., terus.., mmmhh.., aduhhh.., enak.., Jack”
Aku merangkulkan kedua lenganku ke punggung Ibu Shinta, lalu membalikkan kedua tubuh kami sehingga Ibu Shinta sekarang duduk di atas pinggulku. Nampak kemaluanku menancap hingga pangkal di kemaluannya. Tanpa perlu diajari, Ibu Shinta segera menggerakkan pinggulnya, sementara jari-jariku bergantian meremas dan menggosok payudaranya, klitoris dan pinggulnya, dan kamipun berlomba mencapai puncak.

Lewat beberapa waktu, gerakan pinggul Ibu Shinta makin menggila dan iapun membungkukkan tubuhnya dengan bibir kami saling melumat. Tangannya menjambak rambutku, dan akhirnya pinggulnya berhenti menyentak. Terasa cairan hangat membalur seluruh batang kemaluanku. Setelah tubuh Ibu Shinta melemas, aku mendorongnya hingga telentang, dan sambil menindihnya, aku mengejar puncak orgasmeku sendiri. Ketika aku mencapai klimaks, Ibu Shinta tentu merasakan siraman air maniku di liang kenikmatannya, dan iapun mengeluh lemas dan merasakan orgasmenya yang kedua. Sekian lama kami diam terengah-engah, dan tubuh kami yang basah kuyup dengan keringat masih saling bergerak bergesekan, merasakan sisa-sisa kenikmatan orgasme.

Baca selengkapnya klik disini......